Remaja Terserang Penyakit Moral, Bagaimana Solusinya?

Tema : Lingkunganku, Dambaanku, Itulah Jalan Hidupku

Remaja Terserang Penyakit Moral,
Bagaimana Solusinya ?

Fenomena perjudian, minuman keras (miras) dan seks bebas (free sex) mewabah pada segolongan remaja. Mulanya ada ketakutan, rasa bersalah, dan malu dicap perusak mental masyarakat. Karenanya mereka menepi ke lingkungan tersembunyi. Namun hukum dan kontrol sosial yang lemah, menimbulkan keberanian mereka untuk terang-terangan berperilaku maksiat di depan umum.
Virus penyakit sosial ini, bergerak cepat menular pada kaum remaja. Perjudian masuk ke warung kopi, tempat bilyard, sampai tongkrongan remaja. Miras dijadikan ajang pesta kesenangan juga luapan kekecewaan. Serta seks bebas akibat pergaulan tak terkendali. Ironisnya, masyarakat hanya berani menguncing di belakang, langkah konkret tak pernah ada, menegurpun takut bermasalah.

Masa Transisi
Remaja adalah masa peralihan dari anak ke dewasa. Masa ini cukup rawan masalah. Faktor kejiwaan : emosional labil, rasa ingin tahu berlebihan, dan pencarian identitas serta karakter. Ego “akunya” lebih ditonjolkan dari pada rasio. Kondisi demikian yang menimbulkan benturan-benturan dan ketidakterimaan remaja dalam menyikapi persoalan hidup.
Penyebab remaja tersandung hal negatif :
Pertama, ketidakharmonisan keluarga, yang dipengaruhi kondisi ekonomi lemah. Orang tua memfokuskan memeras keringat dengan harapan kebutuhan keluarga terpenuhi. Atau sebaliknya, harta berjibun tetapi orang tua sibuk akan kariernya.
Perkembangan remaja yang semestinya butuh perhatian lebih, bimbingan, teman curhat, serta kasih sayang, tidak mereka rasakan. Akibatnya mereka lari ke pergaulan yang salah.
Kedua, pergaulan. Latar belakang masalah setiap remaja berbeda. Secara implisit perbedaan karakter itu berbaur jadi satu. Disamping kesenjangan angkatan (generation gap) yang menurut ahli psikologi J. Ribery adalah gejala yang timbul dari perbedaan tingkat perkembangan psikologi tahap-tahap angkatan. Kenyataan ini secara alami membentuk gap tersendiri sesuai cara pandang masing-masing pribadi. Sehingga terseleksi kelompok remaja lurus, jalur positif dan aman serta kelompok menyimpang.
Notabene kelompok remaja menyimpang merupakan pembauran remaja dengan status sosial berbeda. Namun, karena perasaan senasib sepenanggungan akibat masing-masing masalah yang dialami, terbentuklah solidaritas yang solid. Sehingga beban masalah menjadi milik bersama. Tetapi tanpa disadari beban hanya menggunung dan memperuncing masalah, tanpa tahu cara menyelesaikan. Sampai batas kemuakan atau stress memuncak, jalan keluar adalah pelampiasan negatif.
Ketiga, cara mengaplikasikan makna modernisasi. Modernisasi adalah perubahan masyarakat dari tradisional ke modern. Modern identik dengan teknologi canggih, serba cepat, serta gaya hidup (life style) yang mengikuti trenz terkini.
Perkembangan yang pesat melahirkan efek bersebrangan, dampak positif; memudah dan mempercepat segala aspek kehidupan bidang industri, komunikasi, transportasi, dan lainnya. Efek negatif atau azab sengsara (the agony of modernization) cenderung terjadi pada remaja yang syok terhadap perubahan cepat. Sehingga terkesan “gila trenz”. Hand phone muncul, ikut membeli; internet masuk, chatting laku keras; sampai tingkat life style; cara berpakaian, trenz rambut, mereka ikuti. Tayangan media massa elektronik atau cetak, juga menggiurkan. Mereka dimanjakan Hi-Tech yang serba menarik dan luar biasa, sehingga melambungkan impian-impian serta imajinasi yang tinggi. Tanpa melihat situasi dan kondisi dirinya.

Perjudian dan Miras
Realitas memprihatinkan. Ragam fasilitas praktek perjudian saat ini mengundang daya tarik. Togel masuk warung kopi, permainan di pasar malam, tempat bilyard sampai pertunjukan sepak bola dijadikan ajang perjudian (taruhan). Nyata sekali perjudian ini menguras materi. Remaja yang belum berpenghasilan, hanya mengandalkan uang saku hasil jerih payah orang tua, otomatis tidak menjangkau. Lain sisi kegandrungan yang sudah dianggap sebagai kebutuhan bagi mereka, memaksa ke jalan pintas, seperti memalak di jalanan, mencuri, dan tindak kriminal lain.
Kemudian meramba ke miras. Kesenangan semu atau kekecewaan, mereka rayakan dengan pesta miras. Pada tingkatan ini, tipis harapan untuk mengusung kembali “remaja sakit”. Sebab solidaritas antara anggota dijadikan kambing hitam sebagai pengikat untuk merasakan keseragaman perilaku.
Masyarakat mengelus dada. Dikegelapan malam, sekelompok remaja pecandu duduk bergerombol di pinggir jalan. Mereka tertawa, memaki tak jelas maksudnya sambil menenggak miras. Sedangkan para pekerja yang pulang malam, terbirit-birit ketakutan. Bahkan tak jarang mereka terkena getah amarahnya.

Seks Bebas (Free Sex)
Ketertarikan pada lawan jenis pada remaja wajar-wajar saja. tapi kalau sudah mengarah pada hubungan intim, berarti siap menghancurkan diri sendiri. Terutama pihak remaja putri. Hamil pra nikah, adalah pengorbanan yang tidak dapat di tebus dengan apapun. Sudah harga diri jatuh, trauma yang tidak berujung, pendidikan terputus sampai tekanan masyarakat sebagai bentuk hukuman atas pelanggaran nilai moral.




Solusi Terhadap Permasalahan
Pertama, Peran Keluarga. Keluarga adalah satuan sosial yang paling dasar. Dari sini awal dari pembentukan psikologi. Anak mulai belajar mengenal kehidupan, dan belajar berinteraksi sosial di masyarakat.
Keharmonisan keluarga menciptakan prespektif positif pada remaja. Realitas di masyarakat membuktikan bahwa anak bermasalah cenderung dari keluarga yang tidak harmonis. Sebab kesehariannya dipenuhi cacian, amarah, dan kekerasan yang tak pernah mereka mengerti. Keingintahuannya tak pernah memperoleh jawaban. Tidak heran, kalau reaksi anak meledak-ledak dan berontak atau sebaliknya sangat menutup diri alias minder.
Belajar dari peristiwa ini, seharusnya kita mawas diri dan berhati-hati dalam menempatkan diri dihadapan anak. Kalaupun ada masalah serius yang memicu pertengkaran antar pasangan orang tua, sebaiknya anak jangan dilibatkan. Selesaikan di luar rumah dengan hati dingin. Dan, membiasakan komunikasi searah antar anak dan orang tua. Hendaknya orang tua bersikap fleksibel artinya memposisikan diri sebagai sahabat, orang tua, atau sebagai kakak, tergantung masalah yang dihadapi anak.
Kedua, Selektif dalam memilih teman pergaulan, sebagai antisipasi menghadapi pengaruh perilaku bermasalah.
Ketiga, Memanfaatkan Hi-Tech dari sudut positif. Tidak salah, kalau masyarakat menuduh Hi-Tech turut andil dalam mempengaruhi pola hidup remaja. Tapi tidak adil kiranya, kalau tuduhan seratus persen ditujukan terhadapnya atas tindak asusila putra-putri kita.
Internet, media massa, karena faktor kebutuhan; profesional, pendidikan, informasi, dan himbauan. Kalaupun ada hal negatif terhadap informasi yang disuguhkan seperti pornografi dan penggambaran kekerasan. Bukankah kita punya sensor atau tameng yang daya proteknya tidak diragukan; agama, pendidikan, norma sosial, dan hukum. Kembali pada kematangan pribadi masing-masing dalam menelaah setiap masalah.
Informasi yang mengekspos seks, keglamoran film tentang kemewahan fasilitas perjudian, diskotik, sekilas mengundang selera untuk merasakan. Anggap saja pemicu !. Tapi manusia diciptakan utuh dengan pikiran dan budi pekerti. Berpikir rasional, mengandalkan positif thinking, memandang sarana tersebut sebagai pengetahuan membangun agar tidak terjerumus.
Keempat, tegas terhadap kontrol sosial dan hukum. Masyarakat adalah pengawas terjeli dalam lingkungan. Maka jangan segan bila memberi teguran bila remaja kita menyimpang dari nilai sosial. Begitu pula aparat hukum atau keamanan, tugasnya adalah memberi keamanan dan kenyamanan masyarakat. Tangkap jika terbukti bersalah, jangan pura-pura tidak tahu.
Dengan bergeraknya empat komponen tersebut, setidaknya terkurangi virus asosial di masyarakat. Sehingga dambaan untuk hidup di lingkungan tentram, damai, dan sejahtera terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan berikan komentar anda....